Jakarta Unfair

19.10

Entah kenapa saya begitu tertarik dengan film dokumenter yang dibuat WACTHDOC bersama komunitas film indie ini. Film ini dikemas sedemikian menarik untuk menggambarkan ketimpangan sosial yang dialami warga DKI Jakarta, tentang penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Gubenur Basuki Tjahaya Purnama.

Film yang dipublikasikan pada tanggal 24 Desember 2016 ini, sudah ditonton lebih dari 2.000 orang sampai tulisan ini saya publikasikan. Begitu miris memang keadaan mereka. Alih-alih membuat Jakarta lebih rapi, ini malah membuat warga semakin merasakan ketidakadilan dari pemerintah. Terlebih mereka harus kehilangan tempat tinggal beserta mata pencaharian yang telah ditekuni selama puluhan tahun lamanya.

Menurut informasi yang saya dapatkan difilm tersebut, Pemprov Jakarta telah melakuan penggusuran sebanyak 113 kali selama tahun 2015 dan 325 titik terancam digusur tahun 2016*Menurut LBH Jakarta. Setidaknya 70% penggusuran dilakukan sepihak dan tanpa solusi nyata.


Kini, beberapa titik yang rawan gusur sudah rata dengan tanah. Alasannya pun tetap sama penertiban dan normalisasi waduk dan sungai demi Jakarta lebih baik. Lalu, para warga korban penggusuran dipindahkan kemana? Sebagian dari mereka memilih tetap bertahan di daerah gusuran dan sebagian lagi memilih pindah. Entah itu ke rusun yang sudah disediakan atau mengontrak rumah di kawasan yang lain.

Bukan berarti setelah pindah ke rusun kehidupan mereka lebih baik, tentu saja tidak. Banyak dari warga yang kesulitan untuk mebayar sewa rusun tersebut. Dalam film tersebut juga mengatakan setengah dari penghuni rusun menunggak bayaran sewa rusun.

Sedih rasanya, dalih ingin mebuat kehidupan lebih baik malah membuat beban sehingga warga semakin tertekan. Air mata dari mereka sudah tidak diindahkan lagi. Jerit pilu kehidupan tak didengar lagi. Seolah pemerintah buta dan tuli atas semua ini.

Saya bukan ingin menyalahkan pemerintah, sama sekali tidak. Hanya setiap perencanaan harus dipikir baik buruknya serta solusi yang konkrit. Ketika suatu program dilaksanakan harus dibarengi dengan penyelesaian. Bukan hanya tempat tinggal, tapi lahan kerja baru. Agar warga merasa tidak terdzolimi dan merasa tidak dipenuhi haknya sebagai warga negara. Bukankkan Presiden Jokowi juga mersakan betapa sedihnya ketika mengalami penggusuran?

Film dokumenter yang berdurasi 52 menit 14 detik ini membuka mata saya, bahwa tidak melulu hasil yang menjadi patokan. Lebih dari itu, yang terpenting adalah suatu proses yang baik. Tidak hanya tentang satu orang tapi banyak orang. Karena proses yang baik akan menghasilahkan suatu hasil yang baik pula.

Belajar dari kepemimpinan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Beliau juga menggusur kawasan disalah satu bantaran sungai. Namun, karena proses yang dilakukan baik maka hasilnya pun baik. Tanpa kekerasan, tanpa berontak. Cukup dengan mendengarkan dan berdikusi untuk menemukan kesepakatan. Dan ini dapat diselesaikan tanpa ada pihak lain yang merasa dirugikan.

Suatu program pemerintahan akan berjalan dengan baik jika warga pun diikutsertakan didalamnya. Bukan hanya penggusuran yang tidak manusiawi, tanpa dialog dan kesepatakan. Karena, perubahan itu dilakukan bersama-sama bukan satu atau dua orang saja.



Dhita Aristiariny
Jakarta pun bisa lebih baik tanpa kekerasan dan sakit hati
Hari Ke-28 #30DWC

You Might Also Like

0 komentar